Korupsi Pungutan Desa

Dalam sidang terungkap, Perbekel dua periode (2010-2016 dan 2016-2022) membagi-bagikan uang hasil pungutan tersebut ke perangkat dibawahnya. Dalam dakwaan yang dibacakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Nengah Astawa dan I Gusti Ayu Rai Artini terungkap jika uang hasil pungutan tersebut mengalir mulai dari Perbekel, Kepala Dusun, Ketua Bumdes hingga BPD (Badan Pemusyawaratan Desa). Dijelaskan, kasus ini berawal dari pungutan desa terhadap toko, pedagang, dan pasar desa yang dipungut petugas dari Desa Pemecutan Kaja atas perintah perbekel. Petugas linmas memberikan pungutan dengan cara memberikan karcis senilai Rp 3 ribu jika pengunjungnya ramai. Jika pengunjungnya sepi diberi karcis senilai Rp 2 ribu.

Karcis bertuliskan punia BUMDes itu dipungut setiap hari. Hasil pungutan kemudian disetorkan ke bendahara desa. “Selain melakukan pungutan pada pedagang pasar, juga melakukan pungutan pada pengusaha toko dengan karcis kisaran Rp 15.000 – 250.000 tiap bulan per toko, tergantung jenis usaha. Petugas melakukan pungutan terhadap 27 – 30 pedagang dengan setoran Rp 125.000/hari atau sekitar Rp 3.000.000 per bulan,” lanjut JPU.

Di awal kepemimpinan Arwatha pada 2010-2016, pungutan ini dimasukkan ke kas desa dan dijabarkan ke APBDes. Namun dimasa kedua kepemimpinannya yaitu mulai 2017-2018, uang pungutan dari toko, pedagang dan pasar desa tidak dimasukkan ke kas desa. Selain itu, penggunaan uang pungutan itu juga tidak sesuai APBDes. Pasalnya, hasil pungutan tersebut langsung dibagi oleh Perbekel Arwatha ke perangkat desa dan penyertaan modal desa BUMDes. “Terdakwa telah memperkaya diri sendiri, perangkat desa, kepala dusun, dan anggota BPD sebesar Rp 117.509.500 dan memperkaya BUMDes Rp 72.592.500, mengakibatkan kerugian negara Rp 190.102.000,” tegas JPU. Dalam dakwaan primer, perbuatan terdakwa diancam pidana Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 ayat (1) huruf b UU Tipikor juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP. Sedang dalam dakwaan subsider Pasal 3 juncto Pasal 18 ayat (1) huruf b UU yang sama. Menanggapi dakwaan jaksa, terdakwa melalui pengacaranya Made Adi Mustika tidak mengajukan eksepsi.

Sumber Berita

  1. Nusa Bali, Hasil Pungutan Dibagi ke Kadus, Ketua Bumdes hingga BPD, 30 Januari 2020.
  2. Radar Bali, Uang Pungutan Jadi Bancakan, 30 Januari 2020.
  3. tribunnews.com, Diduga Tilep Uang Pungutan Pedagang Pasar, PKL dan Toko, Desa Pemecutan Kaja Diadili, 29 Januari 2020.


Catatan

Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana penjara dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).[1]

Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan.[2] Selain itu, setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan atau denda paling sedikit Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).[3] Selanjutnya, Kerugian Negara/Daerah adalah kekurangan uang, surat berharga dan barang, yang nyata dan pasti jumlahnya sebagai akibat perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai.[4]

Selain itu, Undang – Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana menentukan :

  • Pasal 1 angka 2, Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya.
  • Pasal 1 angka 5, Penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menemukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini.
  • Pasal 1 angka 6a, Jaksa adalah pejabat yang diberi wewenang oleh undang-undang ini untuk bertindak sebagai penuntut umum serta melaksanakan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
  • Pasal 1 angka 14, Tersangka adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya, berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana.
  • Pasal 1 angka 26, Saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan dan peradilan tentang sesuatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri.

 

[1] Pasal 2 Ayat (1) Undang – Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999.

[2] Pasal 2 Ayat (2) Undang – Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999.

[3] Pasal 3 Undang – Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999.

[4] Pasal 1 angka 22 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.