Para perbekel di Buleleng mendesak pemerintah daerah segera menyesuaikan tarif Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Penyesuaian tarif mutlak dilaksanakan, karena masyarakat tidak mampu membayar pajak.
Ketua Forum Komunikasi Perbekel Buleleng, Ketut Suka mengatakan, sejak terjadi penyesuaian tarif pajak pada 2019 lalu masyarakat tidak mampu membayar pajak. Terutama mereka yang memiliki lahan perkebunan. Sebab tarif pajak begitu mencekik. Dampaknya pun sistemik. Piutang pajak menggunung, bahkan warga juga menjadi mogok bayar pajak.
“Banyak yang tidak mau mengambil SPT (Surat Pajak Terutang). Dari BPKPD (Badan Pengelola Keuangan dan Pendapatan Daerah) bilang boleh mengajukan keberatan. Tapi ternyata tidak semata diturunkan. Malah di tahun berikutnya muncul lagi,” kata Suka, saat ditemui di Gedung DPRD Buleleng, kemarin (4/9).
Suka menyebut kenaikan tarif pajak terjadi sejak tahun 2019 lalu. Takala itu terjadi penyesuaian Nilai Jual Objek Pajak (NJOP). Alhasil tarif pajak juga mengalami kenaikan. Bahkan tarif mengalami kenaikan hingga 400 persen. Menurutnya wajar saja pemerintah daerah melakukan penyesuaian. Hanya saja penyesuaian juga harus memperhatikan kondisi faktual. “Contohnya petani kelapa, itu sudah tidak mampu bayar pajak. Karena hasil nggak seberapa. Apa mereka harus jual tanah untuk bayar pajak? Kami paham beban pemerintah, tapi jangan terlalu signifikan juga kenaikannya,” ujarnya.
Terpisah, Anggota Komisi III DPRD Buleleng, Nyoman Gede Wandira Adi mengatakan, permintaan penyesuaian pajak itu sudah terdengar kencang sejak tahun 2020 lalu. Tatkala itu kondisi ekonomi masyarakat melemah gegara pandemi covid-19. Prinsipnya, dewan juga sepakat dengan ide penyesuaian NJOP.
“Karena sifatnya penyesuaian, mungkin ada penurunan, mungkin juga ada kenaikan. Kami harap ini dikaji secara komprehensif. Terutama untuk lahan-lahan pertanian. Pajak jangan sampai memberatkan petani,” tegasnya.
Wandira meyakini penyesuaian NJOP akan jadi jalan keluar terkait polemik tarif PBB di Buleleng, yang berlangsung sejak 2019 silam. Apabila tarif menjadi lebih ringan, ia meyakini masyarakat juga semakin taat membayar pajak.
Sumber Berita:
Radar Bali 5 September 2023 https://radarbali.jawapos.com/buleleng/702929173/perbekel-desak-tarif-pbb-disesuaikan-penetapan-njop-terkesan-serampangan Editor: Donny Tabelak
Catatan:
Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 234/PMK.03/2022 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 186/PMK.03/2019 tentang Klasifikasi Objek Pajak dan Tata Cara Penetapan Nilai Jual Objek Pajak Pajak Bumi dan Bangunan:
- pasal 1 angka 3: Nilai Jual Objek Pajak yang selanjutnya disingkat NJOP adalah harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara wajar, dan bilamana tidak terdapat transaksi jual beli, ditentukan melalui perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis, atau nilai perolehan baru, atau Nilai Jual Objek Pajak pengganti.
- angka 6: Perbandingan Harga dengan Objek Lain yang Sejenis adalah suatu pendekatan atau metode penentuan nilai jual suatu objek pajak dengan cara membandingkannya dengan objek pajak lain yang sejenis yang letaknya berdekatan dan fungsinya sama dan telah diketahui harga jualnya.
- angka 7: Nilai Perolehan Baru adalah suatu pendekatan atau metode penentuan nilai jual suatu objek pajak dengan cara menghitung seluruh biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh objek pajak tersebut pada saat penilaian dilakukan, yang dikurangi penyusutan berdasarkan kondisi fisik objek pajak tersebut.
- angka 8: Nilai Jual Objek Pajak Pengganti yang selanjutnya disebut Nilai Jual Pengganti adalah suatu pendekatan atau metode penentuan nilai jual suatu objek pajak yang berdasarkan pada hasil produksi objek pajak tersebut.