PERSIAPAN PENANGANAN SAMPAH MANDIRI DI BADUNG

Kunjungan dipimpin Ketua Komisi III I Putu Alit Yandinata didampingi anggota, diikuti Kadis PUPR Badung IB Surya Suamba dan Kadis LHK Badung Wayan Puja. Alit Yandinata, Selasa (4/2), mengatakan kultur sampah di Bali khususnya Badung sangat berbeda dengan daerah lain di Indonesia. Perkembangan pariwisata yang meningkat dan dibarengi dengan kegiatan keagamaan membuat Bali menghasilkan sampah yang berbeda. “Kontek penanganan dan pengelolaan sampah yang kita hadapi dengan istilah darurat sampah harus dimulai dari diri sendiri dan lembaga,” ujarnya.

Artinya, lanjut politisi PDIP asal Abiansemal ini, penerapan edukasi sangat penting dalam memilah kultur sampah, yang sebagian besar sampah tercampur plastik, kaleng, dan dedaunan (organik) maka dari itu muncul istilah memilah. “Sampah organik kita bisa jadikan kompos atau bisa diolah menjadi tenaga listrik, plastik kita pilah dan kita kembalikan ke pabrik yang memproduksi plastik, tidak serta merta teknologi canggih pun bisa menyelesaikan persoalan sampah di dunia tanpa dibarengi dengan edukasi,” ucapnya.

Pemkab Badung, lanjut Alit Yandinata, telah menganggarkan dana di perubahan sebesar Rp 9 miliar, di induk 2020 Rp 2,5 miliar untuk setiap desa dan Rp 30 miliar untuk tempat pengolahan sampah. Pihaknya berharap dengan anggaran tersebut bisa menjawab persoalan sampah di Badung. Dia juga berharap kepada pengguna anggaran baik pemerintah daerah dan pemerintah desa bisa melakukan hal yang terbaik dalam pengelolaan anggaran untuk mengatasi persoalan sampah ini. “Tentu dibarengi dengan kesadaran masyarakat Badung mulai memilah sampah di rumah tangga sendiri,” tandasnya.

 Sumber Berita

  1. Bali Post, Komisi III DPRD Badung Kunja ke PSLB3 KLHK, 6 Februari 2020.
  2. Radar Bali, Persiapan Penanganan Sampah Mandiri di Badung, 6 Februari 2020.
  3. com, Komisi III Kunker ke Dirjen PSLBS Kementerian LHK, 6 Februari 2020.

Catatan

Pengelolaan sampah adalah kegiatan yang sistematis, menyeluruh, dan berkesinambungan yang meliputi pengurangan dan penanganan sampah.[1] Pengelolaan sampah diselenggarakan berdasarkan asas tanggung jawab, asas berkelanjutan, asas manfaat, asas keadilan, asas kesadaran, asas kebersamaan, asas keselamatan, asas keamanan, dan asas nilai ekonomi.[2] Pengelolaan sampah bertujuan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat dan kualitas lingkungan serta menjadikan sampah sebagai sumber daya.[3] Pemerintah dan pemerintahan daerah bertugas menjamin terselenggaranya pengelolaan sampah yang baik dan berwawasan lingkungan sesuai dengan tujuan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini.[4]

Tugas Pemerintah dan pemerintahan daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 terdiri atas[5] :

  1. menumbuhkembangkan dan meningkatkan kesadaran masyarakat dalam pengelolaan sampah;
  2. melakukan penelitian, pengembangan teknologi pengurangan, dan penanganan sampah;
  3. memfasilitasi, mengembangkan, dan melaksanakan upaya pengurangan, penanganan, dan pemanfaatan sampah;
  4. melaksanakan pengelolaan sampah dan memfasilitasi penyediaan prasarana dan sarana pengelolaan sampah;
  5. mendorong dan memfasilitasi pengembangan manfaat hasil pengolahan sampah;
  6. memfasilitasi penerapan teknologi spesifik lokal yang berkembang pada masyarakat setempat untuk mengurangi dan menangani sampah; dan
  7. melakukan koordinasi antarlembaga pemerintah, masyarakat, dan dunia usaha agar terdapat keterpaduan dalam pengelolaan sampah.

Dalam menyelenggarakan pengelolaan sampah, pemerintahan kabupaten/kota mempunyai kewenangan[6] :

  1. menetapkan kebijakan dan strategi pengelolaan sampah berdasarkan kebijakan nasional dan provinsi;
  2. menyelenggarakan pengelolaan sampah skala kabupaten/kota sesuai dengan norma, standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh Pemerintah;
  3. melakukan pembinaan dan pengawasan kinerja pengelolaan sampah yang dilaksanakan oleh pihak lain;
  4. menetapkan lokasi tempat penampungan sementara, tempat pengolahan sampah terpadu, dan/atau tempat pemrosesan akhir sampah;
  5. melakukan pemantauan dan evaluasi secara berkala setiap 6 (enam) bulan selama 20 (dua puluh) tahun terhadap tempat pemrosesan akhir sampah dengan sistem pembuangan terbuka yang telah ditutup; dan
  6. menyusun dan menyelenggarakan sistem tanggap darurat pengelolaan sampah sesuai dengan kewenangannya.

Penetapan lokasi tempat pengolahan sampah terpadu dan tempat pemrosesan akhir sampah merupakan bagian dari rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota sesuai dengan peraturan perundang-undangan.[7] Pengawasan terhadap kebijakan pengelolaan sampah oleh pemerintah daerah dilakukan oleh Pemerintah. Pengawasan pelaksanaan pengelolaan sampah pada tingkat kabupaten/kota dilakukan oleh gubernur.[8]

[1] Pasal 1 Angka 5 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah.

[2] Pasal 3 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah.

[3] Pasal 4 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah.

[4] Pasal 5 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah.

[5] Pasal 6 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah.

[6] Pasal 9 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah.

[7] Pasal 9 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah.

[8] Pasal 30 Ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah.