RSUD Klungkung Tak Mampu Bayar Jasa Pelayanan Untuk Pegawainya

Pegawai RSUD Klungkung belum menikmati jasa pelayanan (jaspel) selama tiga bulan (Oktober-Desember) 2019. Itu karena rumah sakit setempat belum bisa mencairkan jaspel, lantaran klaim ke BPJS Kesehatan belum cair. Hal tersebut dibahas dalam pertemuan Bupati Klungkung I Nyoman Suwirta dengan Sekda I Gede Putu Winastra dan Direktur RSUD Klungkung dr. I Nyoman Kesuma di rumah jabatan bupati, Minggu (2/2). Kesuma yang dikonfirmasi usai rapat menyampaikan, jaspel yang belum cair Rp 6 miliar. Alasannya BPJS Kesehatan belum membayar klaim sekitar Rp 12 miliar. Salah satu dampaknya adalah pencairan jaspel. Sebab hampir 90 persen pasien di rumah sakit pemerintah itu menggunakan BPJS Kesehatan. “Pasien umum sekitar 10 persen di RSUD Klungkung,” tegasnya.

Agar tidak lama ngutang jaspel, pihak rumah sakit akan membayar menggunakan pinjaman dana talangan pemerintah yang dicairkan lewat salah satu perbankan. Apabila klaim sudah dibayarkan oleh BPJS Kesehatan, dananya digunakan membayar pinjaman dana talangan tersebut. “Bupati perintahkan segera dibayar lewat pinjaman dana talangan. Kami sudah kerja sama dengan BPD (Bank Pembangunan Daerah) Bali,” ujar Kesuma.

Sedangkan Kepala BPJS Kesehatan Cabang Klungkung Endang Triana Simanjuntak mengakui, BPJS Kesehatan mengalami keterlambatan pembayaran klaim. Hal itu sebenarnya sudah diantisipasi dengan menawarkan mekanisme SCF (supply chain financing) dari perbankan yang bisa dimanfaatkan oleh fasilitas kesehatan untuk pembiayaan pelayanan kesehatan. Mekanisme itu, sebut dia, sudah dilakukan di beberapa rumah sakit di Bali, di antaranya RSUD Wangaya, Denpasar dan RSUD Jembrana. “Kami siap sepenuhnya membantu proses penyiapan administrasi SCF tersebut,” kata Endang.

Sumber Berita

  1. Bali Post, Klaim BPJS Ngadat Tunggakan Jasa Pelayanan Ditalangi RSUD, 3 Februari 2020.
  2. Tribun Bali, RSUD Klungkung Tak Mampu Bayar Jaspel, 3 Februari 2020.
  3. jawapos.com, BPJS Nunggak Klaim, RSUD Klungkung Ngutang Jaspel Tiga Bulan, 2 Februari 2020.

Catatan

Pengaturan penggunaan Dana Kapitasi JKN untuk jasa pelayanan kesehatan dan dukungan biaya operasional pada FKTP milik pemerintah daerah ditujukan bagi FKTP milik pemerintah daerah yang belum menerapkan pola pengelolaan keuangan badan layanan umum daerah.[1] Alokasi untuk pembayaran jasa pelayanan kesehatan untuk tiap FKTP ditetapkan sekurang-kurangnya 60% (enam puluh persen) dari penerimaan Dana Kapitasi.[2]

Alokasi Dana Kapitasi untuk pembayaran jasa pelayanan kesehatan dimanfaatkan untuk pembayaran jasa pelayanan kesehatan bagi tenaga kesehatan dan tenaga non kesehatan yang melakukan pelayanan pada FKTP. Tenaga kesehatan dan tenaga non kesehatan meliputi Pegawai Negeri Sipil, Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja, dan pegawai tidak tetap, yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.[3]

Pembagian jasa pelayanan kesehatan kepada tenaga kesehatan dan tenaga non kesehatan ditetapkan dengan mempertimbangkan variabel:[4]

  1. jenis ketenagaan dan/atau jabatan; dan

Variabel jenis ketenagaan dan/atau jabatan dinilai sebagai berikut:[5]

  1. tenaga medis, diberi nilai 150 (seratus lima puluh);
  2. tenaga apoteker atau tenaga profesi keperawatan (Ners), diberi nilai 100 (seratus);
  3. tenaga kesehatan paling rendah S1/D4, diberi nilai 80 (delapan puluh);
  4. tenaga kesehatan D3, diberi nilai 60 (enam puluh);
  5. tenaga non kesehatan paling rendah D3, atau asisten tenaga kesehatan, diberi nilai 50 (lima puluh); dan

tenaga non kesehatan di bawah D3, diberi nilai 25 (dua puluh lima

[1] Pasal 2 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 21 Tahun 2016 tentang Penggunaan Dana Kapitasi Jaminan Kesehatan Nasional Untuk Jasa Pelayanan Kesehatan Dan Dukungan Biaya Operasional Pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Milik Pemerintah Daerah.

[2] Pasal 3 Ayat (2) Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 21 Tahun 2016 tentang Penggunaan Dana Kapitasi Jaminan Kesehatan Nasional Untuk Jasa Pelayanan Kesehatan Dan Dukungan Biaya Operasional Pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Milik Pemerintah Daerah.

[3] Pasal 4 Ayat (1) dan (2) Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 21 Tahun 2016 tentang Penggunaan Dana Kapitasi Jaminan Kesehatan Nasional Untuk Jasa Pelayanan Kesehatan Dan Dukungan Biaya Operasional Pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Milik Pemerintah Daerah.

[4] Pasal 4 Ayat (3) Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 21 Tahun 2016 tentang Penggunaan Dana Kapitasi Jaminan Kesehatan Nasional Untuk Jasa Pelayanan Kesehatan Dan Dukungan Biaya Operasional Pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Milik Pemerintah Daerah.

[5] Pasal 4 Ayat (4) Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 21 Tahun 2016 tentang Penggunaan Dana Kapitasi Jaminan Kesehatan Nasional Untuk Jasa Pelayanan Kesehatan Dan Dukungan Biaya Operasional Pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Milik Pemerintah Daerah.