BPK Paparkan Tantangan Pendanaan Iklim di KTT COP29 PBB

JAKARTA, KOMPAS.com – Anggota VI Badan Pengelola Keuangan (BPK) Fathan Subchi mengungkapkan tantangan utama pendanaan iklim, yakni memastikan tata kelola yang efektif.

Dalam KTT Perubahan Iklim PBB atau Conference of the Parties ke-29 (COP29), Fathan menjelaskan peran BPK dalam pendanaan iklim. BPK harus memastikan tata kelola pendanaan perubahan iklim yang transparan, akuntabel, sekaligus berkontribusi pada upaya global melawan krisis iklim.

“Indonesia memiliki kerangka hukum yang kuat untuk mengelola pendanaan iklim. Ini memastikan negara maju tidak perlu ragu akan efektivitas penggunaan dana yang diberikan,” ujar Fathan dalam rilis yang diterima Kompas.com, Kamis (28/11/2024).

Berbagai langkah nyata telah dilakukan Indonesia. Misalnya, kebijakan Dana Alokasi Umum (DAU) yang memungkinkan transfer dana dari pusat ke daerah berdasarkan indikator tutupan hutan. Pemerintah memberikan insentif bagi daerah untuk melindungi kawasan hutan dan ekosistemnya.

Fathan menjelaskan, untuk mendukung upaya iklim di tingkat sub-nasional atau pemda, terdapat UU Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD). Pada 2023, kebijakan ini berhasil mendistribusikan dana sekitar 1 miliar dollar AS (sekitar Rp 15 triliun).

Sebagai perbandingan, total pendanaan global REDD+ sebesar 3 miliar dollar sejak awal program tersebut. “UU itu menjadikan tutupan hutan sebagai indikator yang membuat pemerintah provinsi, kabupaten/kota mendapatkan kesempatan menerima pendanaan berdasarkan luas tutupan hutannya bersama dengan indikator penting lainnya,” ujar Fathan.

Lebih jauh, Fathan mengungkapkan, BPK aktif dalam pelatihan internasional guna membangun kapasitas pengelolaan pendanaan iklim. “Kehadiran BPK di COP29 menunjukkan komitmen kami untuk memastikan pendanaan iklim menghasilkan dampak nyata dan terukur,” tambah Fathan. Terkait hal itu, pihaknya telah membuat rekomendasi kepada kementerian/lembaga terkait agar membuat standar yang jelas untuk mengukur dan mengevaluasi deforestasi.

Hal ini menjadi bagian dari rencana aksi iklim dan menyelaraskan target deforestasi di tingkat nasional dan sub-nasional dengan target FOLU Net Sink. “Kami juga mengajak INTOSAI dan BPK seluruh dunia untuk lebih aware dan mengambil peran aktif dalam isu kebijakan iklim global guna mewujudkan bumi yang lebih ramah untuk kehidupan manusia di masa mendatang,” pungkas Fathan.

Sumber: KOMPAS