DENPASAR – Tim intelijen Kejari Denpasar bergerak cepat menyikapi temuan hasil audit BPK RI Wilayah Bali tahun APBD 2008 untuk Pemprov Bali dan Pemkab Badung yang nilainya mencapai triliunan rupiah. Kepada Radar Bali di ruangan kerjanya, Rabu (1/7) kemarin, Kasi Intel Kejari Denpasar AA Satya M menyatakan pihaknya telah melakukan penelusuran terhadap adanya dugaan penyimpangan penggunaan anggaran yang terjadi di wilayah kerjanya.
“Memang itu baru sebatas temuan tim audit. Tapi, kami memastikan akan melakukan penelusuran, apakah ada indikasi ada uang negara yang diambil pelaku,” ujar AA Satya M.
Pejabat berpostur tinggi besar ini menambahkan, penelusuran ini dilakukan untuk mengetahui apakah kecurangan yang dilakukan pejabat daerah sebatas pelanggaran administrasi yang lazim dilakukan ataukah memang ada indikasi korupsi. Jika dari hasil penelusuran pihaknya menemukan indikasi tindak pidana korupsi, maka akan dilanjutkan ke tahap pul data (pengumpulan data), lid (penyelidikan) dan dik (penyidikan). “Itu adalah prosedur baku sesuai protap penuntutan,” tegasnya.
Sementara jika hanya pelanggaran administrasi, maka kasus tersebut tidak bisa dilanjutkan. “Kalau hanya sebatas pelanggaran administrasi, kita hanya bisa memberi saran agar instansi bersangkutan melalukan perbaikan,” bebernya.
Kepada koran ini AA Satya M juga mengakui sedang mengumpulkan alat bukti terjadinya indikasi tindak pidana korupsi di lingkup instansi Pemkot Denpasar dan Pemkab Badung. Pengumpulan alat bukti tersebut bisa saja dari hasil temuan instansi lain, semisal BPK, tapi juga bisa berdasarkan hasil temuan sendiri. “Itu (pul data), masih terus kita lakukan,” bebernya.
Kenapa tidak minta data langsung ke BPK, toh sudah ada MoU? Diakuinya, bisa saja hal itu dilakukan. Tapi, kecil kemungkinan bisa didapatkan. “Paling kita cari sendiri. Kalau tidak, bisa kita unduh melalui situs online,” tandasnya.
Hasil audit BPK wilayah Bali menyebutkan, penggunaan keuangan Pemprov dan Pemkab Badung benar-benar parah. Sebab penyimpangan yang ditemukan BPK jumlahnya mencapai triliunan rupiah.
Sementara temuan BPK Bali menyatakan bahwa Badung memiliki komoditi gudang masalah keuangan terbesar dan telah melakukan penggelembungan aggaran, membuat Bupati AA Gde Agung melancarkan aksi perbaikan. Bahkan, dia mengancam akan memberikan sanksi bagi masing-masing pimpinan SKPD yang tidak benar dalam bekerja. Apalagi sampai menyebabkan kerugian Negara hingga miliaran rupiah. Kondisi tersebut jelas sangat memalukan di mata masyarakat.
“Kami sudah melakukan rapat mengenai apa saja yang dituding salah oleh BPK. Kami juga akan memberikan sanksi bagi pimpinan unit yang terbukti melakukan pelanggaran,” ujar Gde Agung siang kemarin (1/7).
Rapat berlangsung dengan seluruh jajaran inspektorat mengenai apa saja yang perlu diperbaiki dan melakukan langkah agar cara penanggulangan dapat dilakukan.
Mengenai adanya temuan tersebut sebagai bupati, Gde Agung hanya mengambil hikmah positifnya saja. “Kami merespons temuan BPK itu dan kami akan evaluasi secepatnya. Kalau ada yang memang perlu dibenahi, kami siap perbaiki,” ujar bupati asal Mengwi itu.
Bupati pun menjanjikan masalah temuan penyimpangan mencapai miliaran memiliki batas waktu hingga dua minggu lagi.
Sementara itu, Ketua DPRD Badung, Gde Adnyana sempat menyesalkan adanya temuan BPK terkait penggelembungan suara tersebut. Penyimpangan tersebut selalu saja menjadi masalah menahun. Tapi sebagai lembaga pengawas mewakili masyarakat, Adnyana malah memaklumi adanya penyimpangan tersebut. Karena masalah aset sangat komplek, terlebih lagi pendataan di Badung tidak terlalu mendetail dan membingungkan.
“Kalau masalah aset kami maklumi karena penataan aset di Badung ini masih amburadul,” ujarnya.
Politisi asal Abiansemal ini mencontohkan seperti masalah surat menyurat saja bisa serasa aneh. Suratnya ada tapi terkadang barangnya yang tidak ada begitu pula sebaliknya. Masalah mendasar yang dihadapi mengenai masalah penyimpangan adanya pengadaan lapangan Plaga di Petang yang dibeli dengan harga tanah terlampau mahal. Padahal dari SK bupati mengenai harga tanah, kawasan Plaga tanahnya hanya brkisar Rp 5 juta saja. Namun pemilik tanah bernama Gusti Aji Suparsa asal Banjar Lipah, Dusun Petang minta Rp 15 juta. Sehingga tanah di Plaga tersebut dikemplang sebesar Rp 1,06 miliar. Selanjutnya Pemungutan dan penyetoran pajak penghasilan dan dendanya yang minus mencapai Rp 7,41 miliar. Temuan ketiga adalah pemeriksaan administrasi mencapai Rp 2,41 Miliar. (mus/dra)
(Radar Bali)