Hasil Temuan BPK RI di Buleleng dan Klungkung
SINGARAJA – Untuk kesekian kali kita harus mengelus dada. Betapa tidak, pajak yang dibayarkan rakyat ternyata tidak dikelola dengan baik oleh pemerintah. Ini menyusul hasil pemeriksaan yang dilakukan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK-RI) Perwakilan Provinsi Bali terhadap pengelolaan keuangan negara yang ada di beberapa instansi di Pulau Dewata.
Temuan BPK-RI Perwakilan Bali itu rata-rata menemukan kebocoran pada pengelolaan keuangan di sana-sini. Dan, temuan terbaru datang dari Buleleng dan Klungkung.
Hasil pemeriksaan BPK RI Perwakilan Provinsi Bali atas laporan keuangan Pemkab Buleleng tahun anggaran 2008 yang disampaikan melalui sidang istimewa DPRD Buleleng, Selasa kemarin menyebutkan bahwa terjadi kebocoran keuangan di Bali Utara mencapai Rp 34.733.000.000.
Hasil pemeriksaan BPK RI Perwakilan Provinsi Bali itu disampaikan langsung oleh Kepala BPK RI Perwakilan Provinsi Bali I Gede Kastawa, SE, MM, di hadapan 23 anggota DPRD Buleleng, Bupati Putu Bagiada, Wabup Made Arga Pynatih, Plt Sekkab Ketut Gelgel Ariadi dan anggota Muspida lainnya termasuk Kajari Singaraja Aditya Warman, SH. Sedangkan 22 anggota DPRD memilih tidak hadir pada sidang istimewa itu.
Kastawa mengungkapkan, hasil pemeriksaan atas laporan keuangan Pemkab Buleleng tahun anggaran 2008 ditemukan indikasi kerugian daerah sebesar Rp 88,28 juta; kekurangan penerimaan daerah sebesar Rp 64,72 juta; serta temuan pemeriksaan administrasi sebesar Rp 34,58 miliar.
“Berdasarkan pemeriksaan yang telah dilakukan oleh BPK RI atas Laporan Keuangan Pemkab Buleleng TA 2008, BPK RI memberikan opini Wajar Dengan Pengecualian. Artinya prestasi Pemkab Buleleng sedang,” papar Kastawa.
Temuan ini, kata Kastawa, meliputi tiga kategori yakni temuan pemeriksaan yang berindikasi kerugian daerah sebesar Rp 88,28 juta yang terdiri dari pembayaran premi asuransi kesehatan pada Setkab tidak sesuai ketentuan sebesar Rp 27,06 juta; pekerjaan pengadaan barang dan jasa pada Setkab tidak sesuai dengan spesifikasi dalam kontrak sebesar Rp 61,22 juta.
Kategori kedua, temuan pemeriksaan yang mengakibatkan kekurangan penerimaan daerah sebesar Rp 64,72 juta yang terdiri atas PPh atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan belum dipungut sebesar Rp 7,50 juta pada Setkab; dan pekerjaan belanja modal terlambat diselesaikan namun belm dikenakan denda keterlambatan sebesar Rp 57,22 juta pada Dinas PU dan Dinas Perhubungan.
Kategori ketiga adalah temuan pemeriksaan yang bersifat administrasi sebesar Rp 34,58 miliar. Kategori ini terdiri atas antara lain salah penganggaran pembiayaan dan belanja daerah seluruhnya sebesar Rp 308,03 juta yang teradi pada Satuan Kerja Pengelolaan Keuangan Daerah (SKPKD), Dinas Komunikasi dan Informatika, serta Badan Kesatuan Bangsa, Politik dan Perlindungan Masyarakat (Badan Kesbangpollinmas).
Kelemahan pengendalian SP2D minimal sebesar Rp 138,01 juta pada Subbagian Perbendaharaan Bagian Keuangan Kabupaten Buleleng. Kelemahan pencatatan atas persediaan sebesar Rp 20,59 juta pada Dinas Kesehatan. Kelemahan pengelolaan asset daerah seluruhnya sebesar Rp 27,26 miliar yang terjadi pada Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda), Dinas Perhubungan, Dinas Pertanian dan Peternakan, serta Setkab.
“Di antaranya terdapat pemakaian kendaraan dinas oleh pegawai yang telah pensiun sebesar Rp 96,98 juta,” ungkap Kastawa.
Ternyata pengelolaan dana Jamkesmas dan Askes di Dinas Kesehatan, RSUD dan Puskemas pun menjadi masalah. Bukan hanya itu. Retribusi daerah di Dinas Kesehatan, Dishub, dan Dinas Pendudukan dan Catpil pun tidak lancar.
Sementara di Klungkung, BPK-RI memberi penilaian wajar tanpa pengecualian terhadap pengelolaan APBD 2008. Hasil pemeriksaan keuangan menemukan indikasi merugikan keuangan daerah sebesar Rp 172,14 juta. Serta temuan pemeriksaan administrasi sebesar Rp 21,15 miliar.
Diuraikan oleh pejabat BPK-RI Bali Nelsen Ambarita, temuan penyimpangan yang berindikasi merugikan keuangan daerah Rp 172,14 juta tersebut, yakni dari realisasi belanja barang dan jasa pada Sekretariat DPRD Klungkung sebesar Rp 62,60 juta. Pembayaran upah pungut atas retribusi daerah dari pendapatan tiket KMP Roro Nusa Jaya Abadi dan pengelolaan pelabuhan Nusa Penida pada Dishub Klungkung sebesar Rp 59,65 juta.
Juga pembayaran honorarium kepada panitia pelaksana kegiatan Sekretariat daerah dan Sekretariat DPRD Klungkung yang tidak sesuai ketentuan sebesar Rp 22,02 juta. Realisasi belanja operasional Kepala daerah tidak sesuai ketentuan sebear Rp 23,50 juta. Serta kekurangan volume pekerjaan pada proyek Dinas Kesehatan Klungkung sebesar Rp 4,47 juta.
Sedang temuan BPK-RI atas pemeriksaan administrasi sebesar Rp 21,15 miliar, meliputi jasa giro pada 25 Unit Kerja terlambat disetor ke kas daerah sebesar Rp 16,14 juta. Kelambatan penyetoran Retribusi penggantian biaya KTP dan akte catatan sipil pada Dinas Tenaga Kerja Kependudukan Capil ke kas daerah sebesar Rp 2,41 juta.
Juga temuan retribusi pelayanan kesehatan RSUD Klungkung belum disetor ke Rekening Unit Swadana sebesar Rp 67,55 juta.
Pengelolaan Dana Kapitasi Askes dan Dana Program Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) pada Puskesmas dan Dinas Kesehatan Klungkung tidak melalui mekanisme APBD sebesar Rp 401,88 juta. Mekanisme penerbitan SP2D-LS pada Sekretariat DPRD Klungkung tidak sesuai ketentuan sebesar Rp 3,61 miliar.
Selain itu berupa aset tetap tanah yang tercatat dalam aset tetap Pemkab Klungkung belum jelas kepemilikannya senilai Rp 850 juta. Aset tetap Pemkab Klungkung dimanfaatkan pihak lain tidak sesuai ketentuan senilai Rp 126,90 juta. Juga penganggaran dan realisasi belanja barang dan jasa pada Badan Pendapatan, Sekretariat DPRD, Dinas Kebersihan dan Lingkungan Hidup, Bagian Umum Sekretariat Daerah dan Disdik tidak sesuai ketentuan sebesar Rp 762,58 juta.
Bukan hanya itu. Ada temuan 28 organisasi penerima dana hibah belum menyampaikan laporan pertanggungjawaban (LPJ) sebesar Rp 13,70 miliar. Dan pelaporan realisasi belanja hibah kepada Mendagri dan Menkeu belum dilaksanakan, penyetoran retribusi penggantian biaya KTP dan Akte Capil Dinas Dinas Tenaga Kerja Kependudukan dan Capil dilaksanakan tidak tepat waktu sebesar Rp 67,31 juta. Serta retribusi pelayanan kesehatan RSUD Klungkung terlambat disetor ke rekening Unit Swadana sebsar Rp 1,49 miliar.
Mengapa terjadi temuan sejenis berulang-ulang? Menjawab wartawan usai menyampaian hasil pemeriksaan laporan keuangan Pemkab Klungkung tersebut Nelsen Ambarita mengatakan, kemungkinan rekomendasi BPK-RI belum ditindaklanjuti. Harusnya dengan temuan-temuan tersebut dilakukan perbaikan peneglolaan penggunaan keuangan agar tidak terulang lagi.
Menariknya dalam penyampaikan hasil pemeriksaan keuangan oleh BPK-RI kemarin, anggota DPRD Klungkung hanya hadir sembilan orang. Yakni dua orang unsur pimpinan dan tujuh anggota. Sedangkan pejabat eksekutif yang datang hanya Sekda Klungkung Ketut Janapria. Pimpinan SKPD di jajaran Pemkab Klungkung sama sekali tidak ada yang datang. (frs/ima)
(Radar Bali)