Denpasar, Juni 2014
BPK RI kembali melaksanakan kewajiban sesuai amanat UU No. 15 Tahun 2004 untuk menyerahkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) di wilayah Provinsi Bali. Setelah sebelumnya (6/6) Ketua BPK RI, Dr. H. Rizal Djalil, menyerahkan langsung LHP atas LKPD Pemerintah Provinsi Bali Tahun Anggaran 2013 kepada Ketua DPRD dan Gubernur Bali di Gedung DPRD Provinsi Bali, kali ini (9/6) giliran penyerahan LHP atas LKPD Pemerintah Kota Denpasar Tahun Anggaran 2013. LHP diserahkan oleh Kepala Perwakilan BPK RI Provinsi Bali, Arman Syifa, dan diterima langsung oleh Ketua Fraksi Gabungan DPRD Kota Denpasar, Hilmun Nabi, dan Walikota Denpasar, Ida Bagus Rai Dharmawijaya Mantra di Kantor BPK RI Perwakilan Provinsi Bali, Renon, Denpasar.
Dalam sambutannya, Kepala Perwakilan menyatakan bahwa Neraca Pemerintah Kota Denpasar per tanggal 31 Desember 2013, Laporan Realisasi Anggaran, Laporan Arus Kas dan Catatan atas Laporan Keuangan untuk tahun yang berakhir pada tanggal tersebut telah disajikan secara wajar dalam semua hal yang material. Oleh karena itu, BPK RI memberikan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) atas LKPD Kota Denpasar TA 2013.
Meskipun pada tahun ini Pemerintah Kota Denpasar memperoleh opini WTP, bukan berarti tidak ada permasalahan yang ditemukan. BPK menemukan beberapa kelemahan dalam Sistem Pengendalian Intern (SPI) dan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan. Hanya saja beberapa kelemahan yang menjadi temuan BPK tersebut, tidak cukup material untuk menjadi pengecualian.
Pada kesempatan terpisah, BPK juga menyerahkan LHP atas LKPD Kabupaten Jembrana. LHP kembali diserahkan secara langsung oleh Kepala Perwakilan BPK RI Provinsi Bali kepada Ketua DPRD Kabupaten Jembrana, I Ketut Sugiasa dan Bupati Jembrana, I Putu Artha.
Berbeda dengan Pemerintah Kota Denpasar yang memperoleh opini WTP, Pemerintah Kabupaten Jembrana untuk LKPD Tahun Anggaran 2013 memperoleh opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP). Opini WDP yang diterima Kabupaten Jembrana pada tahun ini sama dengan opini yang diberikan BPK atas LKPD tahun sebelumnya.
Pengecualian atas kewajaran disebabkan oleh adanya beberapa kelemahan, yaitu piutang PBB-P2 minimal sebesar RP1,40 miliar tidak dapat diyakini kewajarannya dan mekanisme pencatatan persediaan barang cetakan yang dikelola oleh Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil sebesar Rp134,12 juta tidak memadai sehingga tidak dapat diyakini kewajaran nilai persediaan per 31 Desember 2013. BPK juga menemukan beberapa kelemahan pada SPI dan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan lainnya, hanya saja kelemahan-kelemahan yang ditemukan tersebut tidak cukup material untuk menjadi pengecualian.
Kepala Perwakilan menjelaskan bahwa BPK menghimbau kepada pemerintah daerah untuk memperhatikan masalah-masalah yang menjadi temuan dan segera menindaklanjuti rekomendasi yang diberikan oleh BPK. “Hal ini sesuai dengan Pasal 20 ayat (3) UU No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan Dan Tanggung Jawab Keuangan Negara dimana pemerintah daerah wajib menindaklanjuti rekomendasi yang diberikan oleh BPK RI, selambat-lambatnya 60 hari setelah Laporan Hasil Pemeriksaan diterima,” tegas Kepala Perwakilan dalam penutup pidatonya.