Kuta, Mei 2013
BPK RI menyelenggarakan Diskusi Terbatas dengan tema “Dampak Keputusan Mahkamah Konstitusi tentang Hapus Tagih Piutang pada Bank Pemerintah” di Hotel Grand Inna, Kuta, Bali pada Kamis, 2 Mei 2013. Acara tersebut menghadirkan narasumber Anggota VII BPK RI (Dr. Bahrullah Akbar, MBA.), Anggota Komisi XI DPR RI (I Gusti Agung Rai Wirajaya, SE., MM.) serta Ketua Pengembangan Bisnis dan Hubungan Lembaga Asbanda yang juga Direktur Utama Bank Pembangunan Daerah Provinsi Bali (I Wayan Sudja, SE., MM.) dengan moderator Komisaris BRI Syariah (Sunarsip, ME., Ak.). Acara ini dihadiri pula oleh Auditor Utama Keuangan Negara VII BPK RI (Abdul Latief, SE., MM.), Kepala Perwakilan BPK RI Provinsi Bali (Efdinal, SE., MM.), Perwakilan Himpunan Bank Milik Negara (Himbara), Asosiasi Bank Pembangunan Daerah (Asbanda), Bank Indonesia di wilayah Provinsi Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur.
Dalam pemaparannya, Anggota BPK RI mengatakan bahwa permohonan pengujian Undang-Undang Nomor 49 Prp. Tahun 1960 tentang Panitia Urusan Piutang Negara terhadap Undang-Undang Dasar 1945 telah dikabulkan sebagian oleh Mahkamah Konstitusi (MK) pada tanggal 25 September 2012 lalu melalui Putusan Nomor 77/PUU-X/2011. Berdasarkan putusan MK tersebut piutang bank Badan Usaha Milik Negara (BUMN) setelah berlakunya UU Nomor 1 Tahun 2004, UU BUMN serta UU Perseroan Terbatas (PT) bukan lagi merupakan piutang negara yang harus dilimpahkan penyelesaiannya ke Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN). Memaknai putusan MK bahwa piutang negara hanyalah piutang Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah saja, maka Bank BUMD dalam hal ini Bank Pembangunan Daerah yang berbentuk Perseroan Terbatas dan kekayaannya juga telah dipisahkan dari kekayaan Pemerintah Daerah, seyogyanya manajemen bank BUMD juga dapat menyelesaikan piutangnya sendiri dan tidak dilimpahkan kepada PUPN. Putusan MK tersebut merupakan langkah strategis bagi bank BUMN/BUMD dalam melakukan hapus tagih. Namun demikian pelaksanaan hapus tagih piutang bank BUMN masih memerlukan kesepakatan dan pemahaman bersama serta “standarisasi” mekanisme hapus tagih agar tidak terjadi selang pendapat dari para stakeholders.