Cukup mengejutkan hasil audit BPK RI di Bali tahun APBD 2008 untuk Pemprov Bali dan Pemkab Badung yang diumumkan Senin (29/6) kemarin. Rapot dua lembaga pemerintah ini merah semua. Sehingga BPK memberikan sikap disclaimer alias tidak memberikan pendapat, atau kondisinya benar-benar parah. Sebab penyimpangan yang ditemukan BPK mencapai triliunan rupiah.
Pengumuman kemarin dilakukan di dua tempat berbeda dan waktu yang berbeda. Untuk Provinsi Bali dilakukan dalam rapat paripurna di gedung sidang utama DPRD Bali kemarin. Di hadapan dewan, gubernur dan jajaran satuan kerja perangkat daerah (SKPD), Kepala BPK RI Perwakilan Bali Gede Kastawa, menjelaskan ada empat jenis opini hasil pemeriksaan BPK. Yaitu wajar tanpa pengecualian (unqualified opinion), wajar dengan pengecualian (qualified opinion), tidak wajar (adverse), dan tidak memberikan pendapat (disclaimer).
Kemudian dijelaskan untuk tahun anggaran 2007 yang disampaikan tahun 2008 predikat Pemprov Bali adalah wajar dengan pengecualian alias unqualified opinion. Setelah itu pria yang mantan Kepala BPK DKI Jakarta ini mengatakan jika untuk tahun anggaran 2008, hasilnya adalah disclaimer alias tidak memberikan pendapat.
“Kami menyimpulkan untuk tahun anggaran 2008, yang disampaikan tahun 2009 disclaimer,” tegas Kastawa di hadapan sidang yang terlihat tegang, itu kemarin.
Menurut Kastawa, makna dari disclaimer adalah tidak memberikan pendapat. Atau, kondisi pengguna dan pertanggungjawaban keuangan daerah jelek. Bisa dikatakan parah? “Ya, parah. Benar-benar parah. Lantaran pertangungjawaban dan laporannya tidak bisa dinilai,” kata pria asal Bondalem Buleleng ini.
Kastawa juga mengatakan, usai pembacaan di sidang yang masuk kategori kerugian daerah ada Rp 1,45 miliar. Dengan rincian penggelapan pajak ABT sampai Rp 941,42 juta di Dispenda. Saat ini sudah ada tersangkanya dan dalam proses di kepolisian. “Itu yang saat ini sudah ada tersangkanya, diproses di polisi. Dan, sangat jelas penggelapannya,” ungkap pria yang baru memegang Bali ini.
Yang kedua merugikan keuangan daearah adalah, kekurangan volume pekerjaan oleh PU Bali dengan dana DAK Rp 391,91 juta. Kasus ini masih belum bisa dipastikan dugaan korupsinya, lantaran masih ada langkah investigatif. Sedangkan yang terakhir pembayaran belanja dinas di Biro Pemerintahan Rp 64,80 juta tidak sesuai aturan. Ini juga belum ada penetapan tersangaka korupsinya.
“Ini belum kami pastikan sebagai tindak pidana korupsi. Untuk mengarah ke sana, mesti ada lanjutan pemeriksaan investigatif dengan tambahan bukti-bukti lain,” sebut pria berkumis ini.
Kemudian untuk temuan administrasi, totalnya cukup tinggi sampai Rp 2,34 triliun pertanggungjawabannya tidak jelas. Pengelolaannya sangat lemah, khususnya menyangkut aset, laporan catatan ada. Namun, setelah dicek tidak ada, dan tidak bisa dijawab. Bahkan, laporan satu dengan yang lain tidak cocok.
“Dengan jumlah yang cukup besar ini, hingga akhirnya diberikan kesimpulan disclaimer,” ungkap kepala BPK, yang terlihat lebih terbuka lantaran pengumuman awal langsung data rinci disampaikan dalam sidang dan diberikan ke media.
Sedangkan dalam penyampaian sidang paripurna, Kastawa merinci satu-per satu adanya penyimpangan-penyimpangan. Misalnya, masalah kekurangan penerimaan daerah sampai Rp 952,17 juta. Dengan rincian, kurang bunga kas daerah di BPD Bali Rp 489,73 juta tidak masuk pendapatan, dan ada denda keterlambatan proyek pasca bencana Rp 114,5 juta belum masuk.
Sedangkan untuk rincian hasil pemeriksaan administrasi hingga 2,34 triliun. Dijelaskan lantaran pengelolaan aset lemah, sehingga tidak wajar Rp 1,94 triliun. Pengelolaan obat Diskes dan RS Indera nakal. Saldo Rp 2,615 miliar dan 49,487 juta tidak wajar. Juga terjadi kemahalan obat Rp 8,45 juta di RS Indera.
Selain itu, yang menjadi masalah adalah investasi RPH Gianyar Rp 4,8 miliar tidak jelas status hukumnya. Dan, pemasukan minimal Rp 6,59 juta juga tidak dipenuhi menurut BPK ini cukup riskan, lantaran bisa saja aset pemprov tersebut akan dikuasai pihak lain.
Investasi pemprov yang ada di BPD Bali Rp199,91 miliar, Perusda Bali 5,28 miliar, dan Puri Raharja Rp 4,95 miliar totalnya Rp 210,14 tidak sesuai standar akuntansi. Masalah dana CDB (community based development) Rp 2 miliar tidak lewat ABPD, Jaringan Air Tukad Sangsang Gianyar Rp 1,49 miliar tidak atas dasar rancangan teknis. Pembangunan jalan untuk jembatan Serangan-Tanjung Benoa Rp 12 miliar mubazir lantaran hanya ada jalan. Namun, jembatannya tidak bisa dibuat lantaran anggarannya tinggi.
Yang lucu ada aset alat musik Rp 992,54 juta di Biro Kesra. Diserahkan ke pihak ketiga tanpa dukungan berita acara pada 31 Desember 2008. “Tujuan pembeliannya adalah untuk meningkatkan masalah musik pemerintah daerah. Namun, diserahkan ke pihak ketiga tanpa ada berita acara. Ini terjadi 31 Desember 2008,” jelas Kastawa
Menyikapi masalah ini, Gubernur Bali Made Mangku Pastika mengatakan jika sudah melakukan tindakan-tindakan penyelesaian. Termasuk masalah aset, terus menggeber bahkan dari tahun 2007 dan 2008 sudah ada pengurangan jumlah, dan sudah berhasil diselesaikan. “Saya menjabat dari akhir 2008. Anda (wartawan) kan tahu, saya Sabtu – Minggu mestinya libur turun mengecek aset-aset terbengkalai. Akhirnya beberapa bulan ada hasil lumayan sudah beberapa selesai setelah saya geber,” sebut Pastika.
Artinya, kesalahan penggunaan anggaran Pemprov Bali murni gubernur sebelumnya Dewa Beratha? “Nggak boleh begitu, ketika ada masalah bilang itu kesalahan yang sebelumnya. Saya tetap akan selesaikan, semoga pemeriksaan tahun 2009 yang diumumkan tahun 2010 ada hasil lebih baik,” jelas Pastika.
Usai menyampaikan hasil pemeriksaan Pemprov Bali, kepala BPK menyerahkan hasil pemeriksaan Kabupaten Badung di kantor BPK RI Wilayah Bali. Acara penyerahan berlangsung pukul 15.00 dengan menghadirkan jajaran Pemkab Badung Bupati Gde Agung dan jajarannya, termasuk juga DPRD Badung.
Hasil pemeriksaan di Badung oleh BPK tahun anggaran 2008 yang disampaikan tahun 2009 tak jauh beda. Yaitu BPK menyimpulkan disclaimer, atau sama parahnya dengan Pemprov Bali. Padahal untuk tahun 2007 Badung dapat predikat wajar dengan pengecualian atau unqualified opinion (saat itu Kastawa belum memimpin di Bali).
Kastawa merinci penyimpangan yang terjadi di kabupaten terkaya di Bali, ini mulai penyimpangan kerugian daerah alias bisa mengarah ke pidana. Yaitu, kerugian daerah Rp 1,06 miliar, lantaran kemahalan harga tanah pembangunan lapangan umum di Plaga. Namun, ketika dikonfirmasikan ke Kastawa apakah masuk indikasi korupsi. “Kami masih dalami masalah itu,” jawabnya.
Sedangkan untuk kekurangan penerimaan juga lumayan tinggi, yakni mencapai Rp 7,41 miliar pemungutan dan setoran pajak. Serta denda dari direktorat pajak atas pengadaan tanah Puspem Badung yang telat membayar senilai Rp 7,41 miliar.
Untuk pemeriksaan administrasi totalnya juga mirip dengan Pemprov yaitu Rp 2,41 triliun. Yang terdiri dari dana hibah Rp 2,74 miliar tidak lewat APBD, sisa UUDP tidak disetor Rp 118,61 juta, terlambat setor pajak di DPRD Rp 48,36 juta, pengelolaan dana Jamkesmas pada RSUD Badung Rp 91,38, pengelolaan dana kapitasi Jamkesmas pada puskesmas se-Badung tidak lewat APBD Rp 675,98 juta.
Dikonfirmasi ke Bupati Badung Gde Agung, dia hanya mengatakan segera akan menindaklanjuti. “Kami segera akan tidak lanjuti. Untuk masalah ini kami akan serahkan ke wakil bupati,” jawab bupati berkumis ini.
Sedangkan sesuai dengan jadwal, pengumuman audit BPK Selasa (30/6) hari ini giliran Denpasar yang akan menerima hasil raportnya. Apakah akan sama merah semua? “Lihat saja besok (hari ini, Red), kabupaten lain juga segera akan kami umumkan. Nggak enak saya sebutkan sebelum kami serahkan,” kilah Kastawa, ditemui santai di depan kantornya dengan beberapa media.