Badung, Kamis, 4 Mei 2017 – Dalam rangka meningkatkan koordinasi dan dukungan pemerintah daerah dalam menindaklanjuti rekomendasi hasil pengawasan obat dan makanan, pada Kamis (4/5) Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) mengadakan kegiatan Focus Group Discussion (FGD) dengan tema, “Membangun Kemitraan Pengawasan Obat dan Makanan Untuk Melindungi Kesehatan Masyarakat serta Meningkatkan Daya Saing Produk Obat dan Makanan”.
Kegiatan ini sendiri dilatarbelakangi atas pemeriksaan kinerja BPK terhadap Badan POM, yang menemukan rendahnya tindak lanjut hasil pengawasan Badan POM oleh pemerintah daerah. Hal ini secara tidak langsung menunjukkan lemahnya koordinasi lintas sektor, khususnya dukungan mitra kerja daerah terhadap Badan POM.
Hadir dalam pertemuan ini Kepala Badan POM, Penny K. Lukito dan jajarannya, serta para Bupati dan Walikota di wilayah Provinsi Bali, Sekretaris Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur, serta Satuan Kerja Pemerintah Daerah (SKPD) terkait dari Provinsi Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur.
Adapun dari BPK yang hadir adalah Anggota VI, Dr. Harry Azhar Azis, Auditor Utama Keuangan Negara VI, Sjafruddin Mosii, Kepala Perwakilan BPK Perwakilan Provinsi Bali, Yulindra Tri Kusumo Nugroho, beserta dengan tim pemeriksa BPK yang melakukan pemeriksaan pada Badan POM.
Anggota VI BPK RI dalam sambutannya mengatakan bahwa sebagian besar atau nyaris 75% obat dan makanan yang beredar belum mampu diawasi oleh BPOM. Menurutnya, perlu ada upaya intensif penguatan lembaga tersebut sehingga seluruh obat dan pangan beredar mampu dijamin keamanannya.
“Tugas BPOM besar, namun hanya 25% obat dan makanan beredar yang mampu diawasi. Untuk itu, kenapa pemerintah tidak menyusun undang-undang yang memayungi tugas BPOM?” ujarnya.
Menurut Anggota VI BPK, praktik pengawasan obat dan makanan harusnya sangat kuat, seperti yang diimplementasikan pemerintah Amerika Serikat melalui USFDA (US Food and Drug Administration) yang dilindungi Act yang setara undang-undang. Tugas pengawasan obat dan makanan adalah fungsi yang sangat strategis. Di negara-negara maju, tugas itu diatur oleh UU. Tugas ini terkait peningkatan daya saing bangsa, yaitu memastikan produk obat dan makanan yang dikonsumsi rakyat harus berkualitas dan bermutu.
Lebih lanjut, dalam sesi diskusi panel dimana Tortama VI BPK menjadi salah satu pembicaranya, terungkap bahwa koordinasi dengan pemerintah daerah sangat dibutuhkan terutama mengingat banyaknya keterbatasan dan tantangan yang dihadapi Badan POM dalam melakukan tugas pengawasan obat dan makanan.
Beberapa hal yang perlu menjadi perhatian bersama terkait dengan pengawasan obat dan makanan, antara lain: (1) fragmentasi kelembagaan, perizinan, regulasi pengawasan pusat dan daerah; (2) koordinasi lintas sektor; (3) keterbatasan sumber daya; (4) luasnya cakupan wilayah pengawasan; (5) pertumbuhan pelaku usaha produksi dan distribusi; (6) globalisasi; dan (7) penyelundupan produk ilegal.
BPK sendiri selaku badan pemeriksa eksternal pemerintah, menyambut baik kegiatan diskusi semacam ini. Kegiatan ini menandakan adanya sinergi antara pemerintah pusat dan daerah dalam memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat, khususnya yang terkait dengan pengawasan obat dan makanan. (bd)