RAPAT KOORDINASI BPK RI, KPK, BARESKRIM POLRI DAN KEJAKSAAN AGUNG

Nusa Dua, Desember 2012
BPK RI menggelar Rapat Koordinasi (Rakor) dengan KPK, Badan Reserse Kriminal Polri (Bareskrim Polri) dan Kejaksaan Agung pada Selasa, 4 Desember 2012 lalu. Rakor yang dipimpin oleh Anggota VI BPK RI (DR. H. Rizal Djalil) ini juga dihadiri oleh sebanyak 220 kepala daerah (Bupati dan Walikota) se-wilayah timur Indonesia. Selain Anggota VI BPK RI, pada acara yang mengambil tempat di Westin Resort, Nusa Dua, Badung, tampak hadir sebagai pembicara adalah Kepala Bareskrim Polri (Komjen Pol. Sutarman), Ketua KPK (Abraham Samad) yang membawakan materi berjudul “Korupsi Musuh Bersama, Ancaman Korupsi dan Potensi Kerugian Negara”, dan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Andhi Nirwanto) dengan materi “Prevelensi Korupsi Melalui Eliminasi Kebocoran Keuangan Negara dan Tata Kelola Pemerintahan yang Baik.”
Dalam acara yang bertujuan untuk memberikan pemahaman bahwa korupsi merupakan musuh bersama dan harapan digalakkannya upaya pencegahan korupsi ini, Anggota VI BPK RI kembali mengingatkan dan menegaskan kepada seluruh kepala daaerah dan pihak terkait, bahwa pelaksanaan tugas pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan Negara merupakan tugas Negara dan amanat konstitusi. “Kami meminta dan mengingatkan bahkan menegaskan kepada semua pimpinan daerah bahwa jika BPK melakukan pemeriksaan, baik itu pemeriksaan laporan keuangan, pemeriksaan kinerja maupun pemeriksaan dengan tujuan tertentu, maka pemeriksaan itu adalah dalam rangka melaksanakan tugas Negara,” tegas Anggota VI BPK RI.
Dalam pemaparannya, Anggota VI BPK RI menjabarkan berdasarkan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) I tahun 2012, menunjukkan dari 238 kabupaten/kota di wilayah Timur masih terdapat 220 entitas atau 92,44 persen kabupaten/kota yang belum mendapat opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). Selain itu, IHPS I tahun 2012 juga menyebutkan hasil pemantauan BPK atas rekomendasi hasil pemeriksaan yang telah ditindaklanjuti periode 2008 s.d Semester I 2012 dengan penyetoran uang atau penyerahan aset dinilai belum signifikan, yakni hanya Rp16,90 triliun atau hanya 20,87 persen dari seluruh nilai rekomendasi BPK sebesar Rp80,98 triliun.