Keuangan Jembrana Belepotan

BPK Temukan Belasan Rekening Liar

NEGARA – Kinerja pemerintahan di Bali benar-benar buruk. Tidak satu pun keuangan daerah dikelola dengan baik. Mulai dari Pemprov Bali, Pemkot Denpasar, Pemkab Badung, dan sekarang Pemkab Jembrana. Dari penilaian Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), keuangan di Jembrana masuk katogori opini disclaimer.

Keuangan daerah Pemkab Jembrana yang selama ini digembar-gemborkan bagus ternyata rapornya merah di mata badan pemeriksa. Hasil pemeriksan BPK atas laporan keuangan (LK) Pemkab Jembrana tahun anggaran 2008 yang diserahkan dalam Sidang Paripurna Istimewa DPRD Jembrana kemarin, masih banyak temuan yang terindikasi menimbulkan kerugian daerah termasuk adanya belasan rekening liar.

Kepala BPK Perwakilan Bali I Gede Kastawa mengatakan dari pemeriksaan administrasi, BPK menemukan dana Rp 85,73 miliar yang terdiri atas Rp 76,65 miliar akibat belum tercatat atau karena lemahnya sistem pencatatan aset pemkab Jembrana.

Pencatatan aset Setda dan SKPD tidak sinkron satu dengan yang lainnya. Sehingga laporan yang benar tidak jelas. Ada juga aset rawan seperti aset mesin kompos Rp 2,6 miliar lantaran belum diakui dan dicatat sebagai aset pemkab atau aset Perusda.

“Jika memang diserahkan ke perusda semestinya dicatat sebagai aset perusda. Tapi karena tidak tercatat sebagai aset pemkab atau perusda, posisi mesin kompos itu rawan,” jelasnya. Lanjut Kastawa, saldo kas RSU Negara dan Puskesmas senilai Rp 2,42 miliar tidak dikonsolidasikan dalam laporan keuangan Pemkab Jembrana. Akibatnya pemasukan dan pengeluaran tidak diketahui.

Persediaan obat per 31 Desember 2008 di RSU Negara dan Puskesmas juga tidak terkonsolidasi dalam LK Pemkab Jembrana senilai Rp 1,83 miliar.

BPK Juga menemukan 19 rekening bank tidak dilaporkan dan tidak ditetapkan dengan SK Bupati yang nilainya Rp 813,42 juta. ”Ini sangat rawan dan perlu perhatian serius. Rekening tidak dilaporkan dan tidak ditetapkan dengan SK Bupati ini sama dengan rekening liar,” tandasnya.

Penggunaan pendatapan dari PT Askes pada Dinas Kessos sebesar Rp 573,27 juta, menurut Kastawa, tidak melalui mekanisme APBD. Belanja premi asuransi gedung kantor di Setda tidak sesuai dengan kontrak sebesar Rp 52,744 juta. Belanja bantuan keuangan di Setda untuk asuransi kesehatan perangkat dan bendesa adat Rp 36,12 juta belum dibuatkan SP2D.

Temuan yang berindikasi kerugian daerah dan kekurangan penerimaan negara/daerah, lanjut Kastawa Rp 674,15 juta. Terdiri atas kekurangan velume pekerjaan di Dinas PULH, Diskessos, Dinas Pertanian, Kehutanan dan Kelautan Rp 377,45 juta, penyaluran dana bergulir kepada KSU Bali Harmoni Rp 250 juta tidak sesuai dengan prosedur yang ditetapkan. ”Pengeluaran belanja daerah Rp 46,70 juta di sekeratriat tidak tepat peruntukannya,” ungkapnya.

Temuan yang berpotensi menyebabkan kerugian daerah Rp 15,69 miliar terdiri atas dana bergulir yang telah disalurkan Dinas Prindagkop ke Pokmas tidak dapat dikembalikan Rp 13,57 miliar. Pembangunan senderan sungai Ijogading senilai Rp 1,98 miliar yang barus selesai dibangun sudah hancur serta tidak mau diperbaiki rekanan. Pertaggungjawaban belanja jasa pihak ketiga non PNS di Bappeda, Dinas Nakerdukcapil Rp 690,15 juta tidak didukung bukti lengkap. ”Pekerjaan peluncuran waterboom objek wisata Delod Berawah Rp 55,64 juta di Dinas Dikbudpar juga tidak sesuai spesifikasi,” terangnya.

Kekurangan penerimaan kas daerah/negara Rp 575,73 juta yakni pungutan izin administrasi pasar di Persuda Jembrana Rp 183,24 juta tidak disetor ke kas daerah. Pengadaan pupuk organik padat di Dinas Perkutut tidak dikenakan pajak pertambahan nilai Rp 289,04 juta. ”Pengembalian tenaga kerja di Dinas Nakerdukcapil Rp 103,45 juta tidak disetorkan ke kas daerah,” ujarnya.

Temuan terkait kehematan, efisiensi dan efektivitas sebesar Rp 3,92 miliar, lanjut Kastawa, terdiri atas pemberian subsidi pajak sawah Rp 1,19 miliar di sekretariat daerah tidak sesuai ketentuan. Jasa sarana bus Jimbarwana Reansport telah memboroskan keuangan daerah di Dinas Inkomyahud Rp 802,72 juta. ”Sebab pengadaan bus Jimbarwana ini tidak melalui studi kelayakan. Begitupula realisasi belanja tidak terduga Rp 935,30 juta di sekretariat daerah yang tidak sesuai ketentuan,” tandasnya.

Berdasarakan hasil pemeriksan BPK terhadap LK Pemkab Jembrana, menurut Kastawa, berindikasi terjadinya kerugian daerah Rp 647,15 juta, potensi kerugian daerah Rp 15,69 miliar, kekurangan penerimaan Rp Rp 575,73 juta, administrasi Rp 85,73 miliar, dan temuan terkait kehematan, efisiensi dan efektivitas Rp 3,92 miliar.

”Terhadap temuan BPK ini, BPK RI memberikan opini tidak memberikan pendapat atau disclaimer. Namun wajib ditindaklajuti. Jika pejabat terkait tidak menindaklajuti maka akan kena sanksi administarsi maupun pidana,” tandasnya.

Status disclaimer ini, kata Kastawa, merupakan kemerosotan dibanding LK Pemkab Tahun 2007 di mana BPK memberikan opini wajar dengan pengecualian (qualifiled opinion).

Kastawa menambahkan, dari pemeriksaan BPK tahun sebelumnya, yang ditindaklajuti baru 10. Sedangkan 17 rekomendasi belum ditindaklajuti. ”Sepuluh rekomendasi BPK yang ditindaklajuti itu pun masih belum sesuai dengan rekomendasi kita,” pungkasnya.

Selama Kastawa membacakan hasil pemeriksaan BPK terhadap LK Pemkab Jembrana, anggota dan pimpinan DPRD tampak serius membaca hasil temuan itu. Begitupula pejabat Pemkab Jembrana mulai Bupati I Gede Winasa dan Wabup I Putu Artha. Winasa langsung meninggalkan gedung DPRD Jembrana usai sidang berakhir.

Yang menarik keuangan Pemkab Karangasem. Di daerah minus pendapatan asli daerah (PAD) ini, BPK tidak menemukan penyimpangan penggunaan keuangan yang terlalu mencolok. Dengan kata lain BPK memberikan penilaian WDP (wajar dengan perkecualian).

Menurut Kepala Insfetorat Daerah Karangasem I Made Bagiada, ada empat criteria hasil dari pemeriksaan BPK. Yakni predikat WTP sebagai hasil yang mencerminkan tingkat kebersihan sangat baik, WDP hasil pemeriksaan dengan pengecualian di peringkat kedua, predikat tidak wajar merupakan hasil peringkat ketiga yang mengadung banyak temuan penyimpangan anggaran serta predikat disclaimer adalah peringkat paling buntut yang merupakan hasil pemeriksaan yang tidak dikomentari lagi alias cukup fatal.

Lanjut Bagiada, temuan BPK di Karangasem cuma menemukan kategori kerugian daerah Rp 55,69 juta. Juga ada kekurangan penerimaan daerah yang wajib dikembalikan oleh sejumlah SKPD Rp 27,12 juta. Lainnya bersifat perbaikan administrasi Rp 218,24 miliar. (nom/tra)
(Radar Bali)