SOAL KEMAHALAN LED TV RP 4,6 M, TEMUAN BPK TAK BISA DITAWAR-TAWAR

Denpasar (Bali Post) –
Pupus sudah harapan Pemprov Bali untuk mengurangi pengembalian temuan kemahalan proyek Bali Crisis Center (BCC) atau yang lebih dikenal LED TV dari Rp 4,6 miliar menjai Rp 730 juta. Hal ini menyusul pernyataan Kepala Auditor VI BPK RI Abdul Latief pada serah terima jabatan Kepala Perwakilan BPK RI Denpasar dari pejabat lama Muzakkir kepada pejabat baru Maulana Ginting.
”Tidak ada BPK mengembangkan mekanisme ‘tawar-menawar’ dalam menjalankan tugasnya. BPK memerika sesuai dengan kriteria yang ada, Standar Operasional Prosedur (SOP) serta standar lainnya,” katanya.
Sebelumnya disebutkan bahwa BPK menemukan ada mark-up Rp 4,6 miliar dalam proyek BCC. Namun Pemprov Bali menilai temuan itu kebesaran. Atas kajian Tim Pemprov Bali disimpulkan hanya ada kelebihan harga sekitar Rp 730 juta dan sudah dikembalikan ke kas daerah. Atas kesimpulan tim tersebut, Pemprov Bali sudah pula mengajukan keberatan ke BPK agar temuan tersebut direvisi.
Abdul Latief menjelaskan, saat pemeriksaan berlangsung BPK secara intensif minta informasi kepada instansi terkait. Bila dalam pemeriksaan tersebut ditemukan adanya sejumlah kekurangan, maka BPK akan minta kepada instansi tersebut melengkapi materi yang diperlukan. ”Tidak ada tawar-menawar, karena hal itu pantang dilakukan pegawai BPK. Sepanjang namanya temuan, tidak mungkin ada tawar-menawar,” jelas Abdul Latief.
Soal perbedaan temuan antara BPK dan Pemprov Bali soal proyek Bali Crisis Centre (BCC), Abdul Latief menyatakan sepanjang pengetahuannya, semua data yang diungkap berdasarkan fakta-fakta yang ada. BPK tidak sembarang dalam mengungkap fakta kepada publik. Kalaupun kemudian terjadi perbedaan yang diungkapkan instansi lainnya, pihaknya menduga persoalan tersebut bisa terjadi karena perbedaan penafsiran. ”Mungkin saja instansi tersebut salah memformulasikan data yang lain,” katanya.
Abdul Latief memastikan semua temuan BPK berdasarkan cek dan ricek. Data yang telah diungkap sudah pasti telah dikonfirmasikan pada instansi terkait, sehingga bisa dipastikan temuan BPK tidak usah diragukan lagi. Kalaupun Provinsi Bali memiliki perbedaan tentang dugaan kemahalan proyek BCC, menurutnya, bisa saja memberikan informasi selanjutnya.
Soal kesenjangan pembanding yang dipakai BPK dengan Pemprov Bali, Agus Latief mengaku tidak tahu persis. Namun, ditegaskannya, untuk bahan pembanding telah pula memiliki standar yang baku. Biasanya standar yang dimiliki BPK tidak akan berbeda jauh dengan kriteria yang digunakan Pemprov Bali. ”Kalaupun terjadi perbedaan angka, ada kemungkinan tidak akan sampai jauh. Perbedaan adalah merupakan hal wajar, tetapi haruslah tetap bisa dipertanggungjawabkan,” tegasnya. (015)