Kalangan LSM ikut buka suara terkait “uang panas” proyek Puspem Badung tahap dua yang diisukan dialirkan ke lembaga legislatif Badung untuk memuluskan jalannya proyek. Menurut mereka, yang paling berkompeten untuk melakukan tindak lanjut terkait isu “uang panas” itu adalah pihak Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Mereka meminta BPK segera mengusut isu “uang panas” proyek pembangunan Puspem Badung tahap dua itu.
“Undang-undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) baru akan rampung lima bulan lagi. Jika UU itu nantinya rampung, kami baru akan ada celah untuk lebih leluasa melakukan pemantauan dugaan korupsi yang terjadi. Dan kalau UU itu sudah rampung, kami akan segera merapatkan barisan untuk memantau dan meminimalisir praktik korupsi di Bali,” kata Ketua DPD Jaringan Rakyat (Jarrak) Bali Kadek Rianto ketika dihubungi via telepon, Kamis (21/5) kemarin.
Sementara itu, senada dengan Dewan Badung, kalangan eksekutif Badung melalui Wakil Bupati I Ketut Sudikerta mengaku tidak tahu-menahu soal adanya aliran dana Rp 3 miliar yang dibagi ke DPRD Badung untuk memuluskan jalannya proyek Puspem Badung. Bahkan, eksekutif sendiri kaget dengan isu yang beredar tersebut.
Menurut Rianto, saat ini perangkat hukum untuk memantau dan mengusut tuntas korupsi masih sangat lemah. Apalagi kinerja kalangan LSM untuk ikut memantau praktik korupsi di Indonesia juga masih sangat terbatas.
Khusus isu “uang panas” di DPRD Badung yang kini diberitakan di media massa, pihaknya mengaku hal itu masih isu yang beredar di internal DPRD Badung. Oleh karena itu, pihaknya mengaku masih belum bisa membuktikan kebenarannya. Yang jelas, kata dia, uang panas itu terkait masalah keuangan sehingga menjadi kewenangan pihak BPK untuk mengusutnya.